Nazar Beber Nama Terlibat Proyek
JAKARTA
– Belum genap sepekan Anas Urbaningrum resmi ditahan KPK pada Jumat
(10/1), kini dia sudah membuat manuver baru dengan ’’menawarkan’’ diri
bekerja sama dengan KPK. Melalui kuasa hukumnya, Firman Wijaya, Anas
memastikan kesiapannya bekerja sama untuk membuka kasus proyek Hambalang
secara utuh.
Ketika di gedung KPK kemarin (16/1), Firman
mengatakan, kliennya akan membuka diskusi dengan KPK terkait opsi itu.
Terutama terkait dengan seluk beluk pelaksanaan Kongres Partai Demokrat
2010 di Bandung yang belakangan menjadi pintu masuk KPK untuk mengungkap
dugaan keterlibatan Anas. ’’Diskusi tentang whistle blower. Kalau cita
rasa Mas Anas, dia menyebut sebagai kerja sama,’’ ujar Firman.
Meski
berniat menjalin kerja sama, Firman tidak menjawab saat ditanya apakah
itu berarti Anas mengakui kesalahannya. Seperti diketahui, istilah
justice collaborator berlaku bagi tersangka yang bekerja sama untuk
mengungkap kasus. Sedangkan whistle blower adalah mereka yang tidak
menjadi tersangka dan bersedia mengungkap kejahatan.
Setiap
tersangka memang bisa mengajukan diri menjadi justice collaborator.
Namun, penegak hukum yang akan menentukan apakah tersangka itu layak
menjadi justice collaborator. Ada reward bagi tersangka yang mau kerja
sama. Di antaranya, ada keringanan dalam penuntutan di pengadilan nanti.
Nah, seberapa serius Anas ingin bekerja sama bisa terlihat dalam
pemeriksaan hari ini (17/1). Rencananya, KPK memeriksa suami Athiyyah
Laila itu sebagai tersangka. Itu adalah pemeriksaan pertama setelah dia
ditahan. "Benar, hari ini Anas akan diperiksa terkait kasusnya," kata
Johan, Jubir KPK.
Kalau sebelumnya para kuasa hukum menolak
untuk menemani Anas dan membuat batalnya pemeriksaan, kali ini tidak
seperti itu. Johan menyebut sudah ada notifikasi dari kuasa hukum Anas
kalau mereka akan hadir. Dengan begitu, kalau tidak ada masalah
kesehatan, KPK bisa meminta keterangan pada mantan Ketum Partai Demokrat
itu.
"Kita berharap Anas bisa menyampaikan apa yang
diketahui. Bisa membuat kasus ini tuntas dan menjawab sangkaan-sangkaan
dengan jujur serta apa adanya," kata Johan.
Terkait keinginan
Anas untuk bekerja sama mengungkap kasus, dia menyebut KPK menyambut
baik. Dia sudah memberi arahan kalau Anas harus mengakui kesalahannya
terlebih dahulu.
Lantas, dia bisa mengutarakan semua yang
diketahuinya. Jika hal dasar itu tidak dipenuhi Anas, bisa jadi KPK akan
menolak keinginan Anas untuk bekerja sama mengungkap kasus yang
menjeratnya. "Bagaimana mau jadi justice collaborator kalau dia belum
ngaku? Untuk bukti keterlibatannya (Anas, Red) bisa diuji di sidang
nanti," tuturnya.
Sementara itu, M. Nazaruddin kemarin menjadi
saksi dalam persidangan kasus Hambalang dengan terdakwa Deddy Kusdinar,
mantan Kabiro Perencanaan Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga. Dalam
sidang itu, Nazar –sapaan akrab M. Nazaruddin– menyebut sejumlah
namanya yang seharusnya lebih layak dijadikan tersangka selain Deddy.
Nama-nama itu, antara lain, Agus Martowardoyo, mantan menteri keuangan
yang kini menjadi gubernur Bank Indonesia (BI). Nazar mengaku pernah
bersama Anas menemui Agus ketika masih menjabat menteri keuangan. Salah
satu yang dibahas waktu itu terkait persetujuan perubahan anggaran
proyek Hambalang dari single year ke multiyears. ’’Ketika itu bertemu
di restoran Jepang sekitar Desember 2010,’’ ujarnya.
Dalam
pertemuan itu, Agus kemudian mengatakan kepada Nazar dan Anas untuk
mengajukan surat pengajuan izin multiyears proyek Hambalang.
Sekitar seminggu kemudian, surat multiyears disetujui oleh Kementerian
Keuangan. Namun, saat dihadirkan dalam sidang Deddy beberapa waktu lalu,
Agus membantah hal ini. ’’Pak Agus harus bertanggung jawab atas hal
ini. Proyek Hambalang tidak akan jalan kalau tidak ada perubahan
anggaran,’’ kata Nazar.
Nazar juga mengungkapkan peran
mantan rekan satu partainya, Anas, dalam kasus Hambalang. Dia melihat
penetapan dan penahanan Anas sudah tepat dilakukan KPK. ’’Saya melihat
apa yang dibuka KPK soal Mas Anas ini bukan rekayasa,’’ ungkap Nazar
mengomentari pernyataan Anas bahwa penahanannya merupakan kado untuk
Presiden SBY.
Dia melihat KPK memang menemukan fakta-fakta
keterlibatan Anas dalam proyek Hambalang. ’’Sebuah yang dilakukan KPK
itu berdasarkan fakta. Mas Anas itu punya tujuh kantong usaha. Berperan
dalam sejumlah proyek dengan nilai total Rp64 triliun. Mendapatkan jatah
fee hingga Rp12 triliun. Sebagian sudah diterimanya,’’ kata Nazar.
Itulah
kenapa KPK kemudian membubuhkan kalimat ’’Dan proyek-proyek Lainnya’’
dalam penyidikan Anas. Proyek-proyek lainnya yang diduga juga dimainkan
Anas, versi Nazar, antar lain, E-KTP, Biofarma, dan Merpati. Masih versi
Nazar, ada 30 kasus yang diduga berkaitan dengan Anas dengan nilai
total Rp64 triliun. Nazar mengaku siap membuka satu per satu itu dalam
persidangan nantinya.
Dalam perkara Hambalang, Nazar
mengatakan, Anas yang berperan menentukan pemenang proyek. ’’Kewenangan
memutuskan apakah Adhi Karya atau DGI (Duta Graha Indah, perusahaan
Nazar) yang menang itu ada pada putusan Mas Anas,’’ ujarnya.
Sejak awal, perusahaan Nazar sebenarnya sudah diplot sebagai pemenang
oleh Anas. Itulah kenapa sejak awal perusahaan terpidana kasus Wisma
Atlet tersebut sudah ikut campur mengurus segala persiapannya, termasuk
mengeluarkan sejumlah uang yang nilainya disebut hingga Rp21 miliar.
Namun, akhirnya keinginan PT DGI kandas karena tidak bisa menyediakan
uang untuk ijon proyek sebanyak Rp100 miliar. Dari situ kemudian
dipilihlah Adhi Karya. Ijon Rp100 miliar dari Adhi Karya itu, antara
lain, mengalir ke DPR dan sejumlah kementerian (nilainya mencapai Rp50
miliar) dan sisanya ada yang dibawa ke Bandung untuk keperluan Kongres
Partai Demokrat.